Hadis Ahwali
HADIS AHWALI
(MENCERMATI SABDA KENABIAN DARI SISI KEPRIBADIAN NABI)
RESENSI
Hadis ahwali adalah salah satu dari hadis yang mana pengertian dari hadis itu sendiri ialah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, dan ketetapan – ketetapannya serta sifat fisik ataupun akhlak Nabi merupakan sunnahnya yang mana hadis itu dijadikan sumber hukum islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Munculnya hadis tersebut tidak lepas dari sejarah perkembangan hadis.
Sejarah singkat perkembangan hadis pada masa Rasulullah SAW, pada masa ini ialah masa saat turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat islam yang mana hadits lahir berupa sabda, af’al, dan taqrir Nabi yang mana kegunaannya untuk menerangkan atau menjelaskan Al-Qur’an agar menjadi lebih jelas bagi masyarakat dalam rangka menegakkan syariat islam. Selain sejarah perkembangan pada masa Rasulullah saw, ada juga sejarah perkembangan hadis pada masa sahabat.
Sejarah perkembangan hadis pada masa sahabat yakni para sahabat menerima hadis Nabi melalui dua cara yakni melalui pendengaran langsung dan melalui pendengaran tak langsung. Maksud dari pendengaran langsung yakni para sahabat menerima hadis dengan cara mendengarkan langsung dari Nabi sedangkan maksud dari pendengaran tak langsung ialah mereka menerima hadis melalu sesame sahabat ataupun salah seorang sahabat bertanya langsung kepada Nabi lalu disampaikan kepada sahabat yang lainnya jika salah satu seorang sahabat malu bertanya kepada Nabi. Hadis mempunyai keterkaitan yang erat dengan Al-Qur;an karena hadis merupakan sumber hukum kedua dalam islam setelah Al-Qur’an.
Dalam hal tersebut tentunya hadis mempunyai fungsi penting terhadap Al-Qur’an yakni hadis itu menjelaskan dan menerangkan terhadap suatu ayat dalam Al-Qur’an yang mana maknanya masih dipertanyakan atau belum jelas. Fungsi yang lain yakni mendukung atau memperkuat ayat-ayat dalam Al-Qur’an lalu hadis juga berfungsi menetapkan hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan juga sebagai pembuat dan penetap suatu ketentuan atau aturan serta hukum yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an.
Dari penjelasan diatas bisa mengetahui pengertian dan perkembangan hadis. Salah satu dari bentuk hadis ialah hadis ahwali. Hadis ahwali sebenarnya tidak termasuk dalam kategori keempat bentuk hadis yakni hadis hammi (berupa keinginan atau hasrat Nabi saw), hadis qauli (berupa perkataan Nabi saw), hadis fi’ly (berupa perbuatan Nabi saw), dan hadis taqrir (berupa ketetapan-ketetapan atau persetujuan Nabi saw).
Namun dalam terminologi hadis yang disampaikan oleh para ulama hadis disebutkan bahwa yang termasuk unsur hadis yakni perkataan, perbuatan, taqrir, sifat fisik dan budi pekerti ( اوصفة خلقية ام خلقية) dan menurut ulama sifat Nabi juga merupakan salah satu bentuk sunnah baik berupa akhlak ataupun keadaan fisik. Maka definisi dari hadis ahwali ialah salah satu bentuk hadis yang mencermati hal ihwal Nabi yang berkenaan dengan sifat-sifat, keadaan fisik, akhlak, dan kepribadian Nabi. Sifat-sifat dan keadaan beliau yang termasuk dalam unsur al-hadits yakni sifat-sifat beliau yang dipaparkan atau digambarkan oleh para sahabat salah satunya sahabat Anas r.a sebagai berikut :
البخار : رسول الله صلعم احسن النا س وجها واحسنهم خلقا ليس بالطويل ولابالقصير كان
Yang artinya : "Rasulullah itu adalah sebaik-baik manusia mengenai paras mukanya dan bentuk tubuhnya. Beliau bukan orang yang tinggi dan bukan pula orang yang pendek" (Riwayat Bukhari - Muslim)
Lalu unsur al-hadits yang selanjutnya ialah silsilah-silsilah, nama-nama, dan tahun kelahiran yang telah ditetapkan oleh para sahabat dan ahli tarikh contohnya seperti mengenai tahun kelahiran beliau seperti yang dikatakan oleh sahabat Qais bin Mahramah r.a sebagai berikut :
( الترمذي : ولدت انا ورسول الله صلعم عام الفيا )
Yang artinya : " Aku dan Rasulullah saw, dilahirkan pada tahun gajah" (Riwayat At-Turmudzi)
Dalam hadis ahwali terdapat dua hal yang masuk dalam kategori hadis ini yakni pertama, hadis ini memuat hal-hal yang bersifat intrinsik berupa sifat-sifat psikis dan personalitas yang tercermin dalam sikap dan tingkah laku keseharian misalnya, cara makan, minum, cara berjalan, cara bertutur kata, menerima tamu, bergaul, dan lain sebagainya. Bisa dikatakan aspek intrinsik ini masuk dalam kajian ilmu akhlak dan etika. Mengenai sifat Nabi, sahabat Anas bin Malik pernah menyebutkan sebagai berikut :
( كان رسول الله صلي الله و سلم احسن الناس خلقا )
Yang artinya " Rasulullah saw adalah orang yang paling mulia akhlaknya"
Hal yang kedua dalam kategori hadis ahwali yakni hal - hal yang bersifat ekstrinsik yaitu aspek yang terkait dengan kondisi fisik Nabi, misalnya tentang wajah, warna kulit, tinggi badan dan lain sebagainya. Tentang keadaan fisik Nabi dalam beberapa hadis disebutkan diantaranya :
( رواه الترمذي : في ظهره بضعة نا شزة النبوة كان خاتم )
Yang artinya : " Ada cap atau stempel kenabian di punggung Nabi, berupa segumpal darah yang menonjol "
Dengan demikian, kesimpulan dari hadis ahwali ialah hadis yang menjelaskan tentang sifat-sifat, kondisi fisik, akhlak, dan kepribadian Nabi yang mana hadis ini bersifat informatif behwa nabi adalah orang yang sempurna secara psikis maupun fisik, tidak cacat sehingga kemampuannya menyampaikan risalah tidak diragukan.
REFERENSI
Dr. Sahrani, Sohari. 2015. Ulumul Hadits. Bogor : Ghalia Indonesia.
Dr. Idri, M.Ag. 2010. Studi Hadis. Jakarta : Kencana.
Drs. H. Mudasir. 2010. Ilmu Hadis. Bandung : Pustaka Setia.
Dr. Qordhowi, Yusuf. 1991. Pengantar Studi Hadis. Kairo : Maktabah Wabah.
Drs. Rohman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung : PT. Alma ‘arif. Cet. 20.
Khairul, Hamdani F. 2015. Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an. Tasamuh. Vol. 12 No,12/Juni, dalam “ https://ejurnal.iainmataram.ac.id/index.php/tasamuh/article/view/819 , diakses pada 25 September 2017 pukul 22:42 WIB.
Jayadi, M. 2011. Kedudukan dan Fungsi Hadis dalam Islam. Jurnal Adabiyah. Vol. 9 No. 2, dalam “ http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/adabiyah/article/download/1730/pdf “ diakses pada 25 September 2017 pukul 21:09 WIB
Abdul, Amir M.S. 1997. Ilmu Hadits. Kairo : Maktabah Ibnu Taymiyah.
KONTRIBUSI :
Teoritis
Mampu mengetahui keadaan fisik, sifat - sifat, akhlak, dan kepribadian Nabi dan mampu mencermati sabda kenabian berdasarkan pemaparan para sahabat Nabi.
Praktis
Dalam mempelajari hadis ini bisa digunakan dalam masyarakat karena mampu menambah pengetahuan seseorang dan mengamalkannya merupakan sunnahnya.
KRITIK
Setuju adanya penulisan atau pembukuan hadis ini karena dari situlah umat islam tahu bagaimana kehidupan Nabi di masa itu. Dan tidak setuju nya adanya penulisan ini karena pembahasan hadis ini masih sangat terbatas atau kurang luas penjabarannya.
OPINI
Menurut saya tentang penulisan hadis ini ialah setuju dengan adanya pembukuan tentang hadis ini umat islam akan lebih mengetahui cara hidup Rasulullah di masa kenabian serta akan meningkatkan iman seseorang untuk bisa hidup lebih baik lagi kedepannya karena mengamalkan cara atau sifat nabi dimasa lampau adalah sunnah.
(MENCERMATI SABDA KENABIAN DARI SISI KEPRIBADIAN NABI)
RESENSI
Hadis ahwali adalah salah satu dari hadis yang mana pengertian dari hadis itu sendiri ialah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, dan ketetapan – ketetapannya serta sifat fisik ataupun akhlak Nabi merupakan sunnahnya yang mana hadis itu dijadikan sumber hukum islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Munculnya hadis tersebut tidak lepas dari sejarah perkembangan hadis.
Sejarah singkat perkembangan hadis pada masa Rasulullah SAW, pada masa ini ialah masa saat turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat islam yang mana hadits lahir berupa sabda, af’al, dan taqrir Nabi yang mana kegunaannya untuk menerangkan atau menjelaskan Al-Qur’an agar menjadi lebih jelas bagi masyarakat dalam rangka menegakkan syariat islam. Selain sejarah perkembangan pada masa Rasulullah saw, ada juga sejarah perkembangan hadis pada masa sahabat.
Sejarah perkembangan hadis pada masa sahabat yakni para sahabat menerima hadis Nabi melalui dua cara yakni melalui pendengaran langsung dan melalui pendengaran tak langsung. Maksud dari pendengaran langsung yakni para sahabat menerima hadis dengan cara mendengarkan langsung dari Nabi sedangkan maksud dari pendengaran tak langsung ialah mereka menerima hadis melalu sesame sahabat ataupun salah seorang sahabat bertanya langsung kepada Nabi lalu disampaikan kepada sahabat yang lainnya jika salah satu seorang sahabat malu bertanya kepada Nabi. Hadis mempunyai keterkaitan yang erat dengan Al-Qur;an karena hadis merupakan sumber hukum kedua dalam islam setelah Al-Qur’an.
Dalam hal tersebut tentunya hadis mempunyai fungsi penting terhadap Al-Qur’an yakni hadis itu menjelaskan dan menerangkan terhadap suatu ayat dalam Al-Qur’an yang mana maknanya masih dipertanyakan atau belum jelas. Fungsi yang lain yakni mendukung atau memperkuat ayat-ayat dalam Al-Qur’an lalu hadis juga berfungsi menetapkan hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan juga sebagai pembuat dan penetap suatu ketentuan atau aturan serta hukum yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an.
Dari penjelasan diatas bisa mengetahui pengertian dan perkembangan hadis. Salah satu dari bentuk hadis ialah hadis ahwali. Hadis ahwali sebenarnya tidak termasuk dalam kategori keempat bentuk hadis yakni hadis hammi (berupa keinginan atau hasrat Nabi saw), hadis qauli (berupa perkataan Nabi saw), hadis fi’ly (berupa perbuatan Nabi saw), dan hadis taqrir (berupa ketetapan-ketetapan atau persetujuan Nabi saw).
Namun dalam terminologi hadis yang disampaikan oleh para ulama hadis disebutkan bahwa yang termasuk unsur hadis yakni perkataan, perbuatan, taqrir, sifat fisik dan budi pekerti ( اوصفة خلقية ام خلقية) dan menurut ulama sifat Nabi juga merupakan salah satu bentuk sunnah baik berupa akhlak ataupun keadaan fisik. Maka definisi dari hadis ahwali ialah salah satu bentuk hadis yang mencermati hal ihwal Nabi yang berkenaan dengan sifat-sifat, keadaan fisik, akhlak, dan kepribadian Nabi. Sifat-sifat dan keadaan beliau yang termasuk dalam unsur al-hadits yakni sifat-sifat beliau yang dipaparkan atau digambarkan oleh para sahabat salah satunya sahabat Anas r.a sebagai berikut :
البخار : رسول الله صلعم احسن النا س وجها واحسنهم خلقا ليس بالطويل ولابالقصير كان
Yang artinya : "Rasulullah itu adalah sebaik-baik manusia mengenai paras mukanya dan bentuk tubuhnya. Beliau bukan orang yang tinggi dan bukan pula orang yang pendek" (Riwayat Bukhari - Muslim)
Lalu unsur al-hadits yang selanjutnya ialah silsilah-silsilah, nama-nama, dan tahun kelahiran yang telah ditetapkan oleh para sahabat dan ahli tarikh contohnya seperti mengenai tahun kelahiran beliau seperti yang dikatakan oleh sahabat Qais bin Mahramah r.a sebagai berikut :
( الترمذي : ولدت انا ورسول الله صلعم عام الفيا )
Yang artinya : " Aku dan Rasulullah saw, dilahirkan pada tahun gajah" (Riwayat At-Turmudzi)
Dalam hadis ahwali terdapat dua hal yang masuk dalam kategori hadis ini yakni pertama, hadis ini memuat hal-hal yang bersifat intrinsik berupa sifat-sifat psikis dan personalitas yang tercermin dalam sikap dan tingkah laku keseharian misalnya, cara makan, minum, cara berjalan, cara bertutur kata, menerima tamu, bergaul, dan lain sebagainya. Bisa dikatakan aspek intrinsik ini masuk dalam kajian ilmu akhlak dan etika. Mengenai sifat Nabi, sahabat Anas bin Malik pernah menyebutkan sebagai berikut :
( كان رسول الله صلي الله و سلم احسن الناس خلقا )
Yang artinya " Rasulullah saw adalah orang yang paling mulia akhlaknya"
Hal yang kedua dalam kategori hadis ahwali yakni hal - hal yang bersifat ekstrinsik yaitu aspek yang terkait dengan kondisi fisik Nabi, misalnya tentang wajah, warna kulit, tinggi badan dan lain sebagainya. Tentang keadaan fisik Nabi dalam beberapa hadis disebutkan diantaranya :
( رواه الترمذي : في ظهره بضعة نا شزة النبوة كان خاتم )
Yang artinya : " Ada cap atau stempel kenabian di punggung Nabi, berupa segumpal darah yang menonjol "
Dengan demikian, kesimpulan dari hadis ahwali ialah hadis yang menjelaskan tentang sifat-sifat, kondisi fisik, akhlak, dan kepribadian Nabi yang mana hadis ini bersifat informatif behwa nabi adalah orang yang sempurna secara psikis maupun fisik, tidak cacat sehingga kemampuannya menyampaikan risalah tidak diragukan.
REFERENSI
Dr. Sahrani, Sohari. 2015. Ulumul Hadits. Bogor : Ghalia Indonesia.
Dr. Idri, M.Ag. 2010. Studi Hadis. Jakarta : Kencana.
Drs. H. Mudasir. 2010. Ilmu Hadis. Bandung : Pustaka Setia.
Dr. Qordhowi, Yusuf. 1991. Pengantar Studi Hadis. Kairo : Maktabah Wabah.
Drs. Rohman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung : PT. Alma ‘arif. Cet. 20.
Khairul, Hamdani F. 2015. Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an. Tasamuh. Vol. 12 No,12/Juni, dalam “ https://ejurnal.iainmataram.ac.id/index.php/tasamuh/article/view/819 , diakses pada 25 September 2017 pukul 22:42 WIB.
Jayadi, M. 2011. Kedudukan dan Fungsi Hadis dalam Islam. Jurnal Adabiyah. Vol. 9 No. 2, dalam “ http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/adabiyah/article/download/1730/pdf “ diakses pada 25 September 2017 pukul 21:09 WIB
Abdul, Amir M.S. 1997. Ilmu Hadits. Kairo : Maktabah Ibnu Taymiyah.
KONTRIBUSI :
Teoritis
Mampu mengetahui keadaan fisik, sifat - sifat, akhlak, dan kepribadian Nabi dan mampu mencermati sabda kenabian berdasarkan pemaparan para sahabat Nabi.
Praktis
Dalam mempelajari hadis ini bisa digunakan dalam masyarakat karena mampu menambah pengetahuan seseorang dan mengamalkannya merupakan sunnahnya.
KRITIK
Setuju adanya penulisan atau pembukuan hadis ini karena dari situlah umat islam tahu bagaimana kehidupan Nabi di masa itu. Dan tidak setuju nya adanya penulisan ini karena pembahasan hadis ini masih sangat terbatas atau kurang luas penjabarannya.
OPINI
Menurut saya tentang penulisan hadis ini ialah setuju dengan adanya pembukuan tentang hadis ini umat islam akan lebih mengetahui cara hidup Rasulullah di masa kenabian serta akan meningkatkan iman seseorang untuk bisa hidup lebih baik lagi kedepannya karena mengamalkan cara atau sifat nabi dimasa lampau adalah sunnah.
Komentar
Posting Komentar