Cinta Di Tengah Merajut Asa

 

~ Sebuah kisah diantara 2 pilihan antara cinta atau pendidikan ~


“Yuk pulang….

“Bapak ibu sudah menunggumu untuk datang”

Ya, ajakan itu dari orang yang belum ku kenal lebih jauh. Dia orang yang secara tiba-tiba dikenalkan oleh orang tuaku. Tanpa tahu apa alasan orang tuaku memperkenalkan dan berusaha agar kami bisa dekat dan mengenal lebih jauh.

Namaku Aulia. Aku seorang mahasiswi semester VII, aku masuk universitas terlambat 1 tahun sehingga teman-teman sekelasku lebih muda daripada aku. Saat jam siang tiba, dia menjemputku pulang secara tiba-tiba tanpa memberitahu jika ia akan menjemputku pulang.

“Bagaimana kuliahnya tadi?

Lancar?

Seru?

Nyaman?” katanya,

 

“Mmm.. ya begitulah” singkat, padat, jelas jawabku karena aku memang belum mengenal lebih jauh tentangnya. Hatiku bertanya-tanya “sebenarnya ada apa ini, kenapa orang ini mau disuruh orang tuaku untuk menjemputku, kenapa? Apa alasannya?” tapi pertanyaan itu masih mengambang, karena belum ada jawaban yang pasti.

 

Sesampai di rumah

“Assalamu’alaikum” ucapku

“Wa’alaikum salam, Alhamdulillah kamu sudah pulang nak” sambut orang tuaku dengan penuh perasaan gembira bahagia melihat anaknya diantar oleh seorang lelaki yang belum dikenal secara jauh olehnya.

“Gimana nak, kamu sudah kenal sama nak Ardi? Orangnya baik kan? Idaman banget kan nak?” Tanya orang tuaku

“Ooo.. dia namanya Ardi” jawabku

“Kalian belum saling kenalan?” jawab orang tuaku

“Belum, soalnya aku kaget bu. Tiba-tiba ada orang yang menjemputku pulang tanpa tahu dia itu siapa” jawabku

“Ini calon suamimu nak, insya Allah bulan depan ia dan keluarganya akan melamarmu. Alhamdulillah kan, sudah ada yang mau melamarmu” jawab orang tuaku sambil menepuk bahuku dan tersenyum.

“Tapi bu, aku masih kuliah. Dan bentar lagi aku juga mau lulus. Aku harus fokus dulu sama pendidikan aku bu” kataku

Tiba – tiba dia pamit pulang karena dia sudah lelah. Sebab sepulang kerja, dia langsung menjemputku tanpa ada waktu untuk istirahat. Dan orang tuaku tiba-tiba diam tanpa kata dan tetap berpegang teguh dengan ucapan mereka untuk menjodohkan aku dengan lelaki itu. Keesokan harinya..

“Bu, aku berangkat kuliah dulu. Assalamu’alaikum” ucapku

“Pokoknya bapak dan ibu mau kamu bulan depan tunangan dengan Ardi dan tak ada kata ‘tidak mau’ yang kamu keluarkan nak, ini semua demi kamu. Ingat usia kamu sudah matang dan sudah waktunya untuk menikah. Sebelum ibu meninggal, ibu mau melihat kamu menikah dan punya anak dulu” jawab ibuku

“Aku berangkat ya bu” sahutku

“Iya, hati – hati nak” ucap ibuku

Keesokan harinya….

“Nak, Ardi sama keluarganya mau kesini

nanti. Kamu harus siap-siap ya. Ingat ya nak,

kalau kamu sayang bapak sama ibu, kamu

harus menerima lamaran nak Ardi, ya?”

Seketika itu aku langsung ke kamar mandi dan bersiap-siap. Rasa kebingungan memenuhi pikiranku memilih antara pendidikan atau cinta saat ini. Orang tuaku menghendaki-ku untuk menerima lamaran Ardi dan sesegera mungkin untuk melanjutkan ke jenjang pelaminan. Tapi, pendidikanku bagaimana? Bagaimana kalau aku menikah apa aku bisa tetap fokus pada pendidikanku yang kurang 1 semester lagi? Jujur, aku ingin lebih fokus dengan pendidikan dulu. Tapi? Ya, pertanyaan kebingungan itu memenuhi fikiranku. Menghabiskan seluruh tenagaku

Hingga waktu itu pun tiba,

Dia datang bersama keluarganya, membawa segala berbagai macam bentuk hantaran. Orang tuaku menyambutnya dengan penuh gembira dan bahagia. Tapi, inilah waktuku untuk memilih antara pendidikan atau cinta dari seorang calon pasangan.

“Mari masuk mbak” sambutan ibuku

“Iya mbak, wah ini Aulia ya? Cantik sekali” pujian dari calon mertuaku dan aku hanya bisa tersenyum saja kali ini.

“Baik langsung pada intinya ya mbak mas” ucap ayah Ardi

“Jadi kedatangan kami sekeluarga disini bermaksud untuk melamar nak Aulia untuk anak kami Ardi agar bisa menjadi pasangan suami istri sampai maut memisahkan mereka. Bagaimana nak Aulia, apakah menerima?” lanjutnya

“Mas Ardi baik, dewasa, melindungi, sayang sama orang tua Aulia. Intinya mas Ardi sudah sangat siap untuk menjadi imam keluarga. Akan tetapi, mohon maaf. Bukan saya tidak mau, bukan maksud saya untuk menolak tetapi saya meminta waktu dulu untuk bisa fokus sama pendidikan saya. Izinkan saya melanjutkan pendidikan saya, karena jujur saya hanya bisa pada fokus pada 1 pekerjaan artinya saya belum bisa membagi pekerjaan antara urusan rumah tangga dengan pendidikan saya. Jadi untuk kali ini saya belum bisa menerima lamaran ini. Jika mau menunggu maka Insya Allah di lamaran berikutnya akan saya terima, tapi untuk kali ini saya belum bisa. Pendidikan sangat penting bagi saya, dan pendidikan harus selalu difokuskan pada satu prioritas utama. Karena pendidikan ini nantinya akan berpengaruh sama masa depan saya, masa depan anak cucu saya nanti. Jadi harus benar-benar diprioritaskan. Saya tidak mau menjadikan ini sebagai penghalang pendidikan saya, karena proses pendidikan itu sama dengan mencari ilmu yang mana proses mencari ilmu itu sama dengan proses menuju Sang Pencipta. Jadi saya tidak mau mempermainkan pendidikan saya. Mohon maaf” ucapku   

Helaan nafas itu terdengar jelas oleh telingaku, “baiklah aku akan menunggu sampai kamu lulus dek” ucap dari lelaki itu.

“Ya sudah, kami tidak akan memaksa, jika itu sudah menjadi keinginan nak Aulia, maka kami akan menerima” lanjut oleh Ibunya

Dan akhirnya orang tuaku juga menerima keputusanku dan kini semua akan berjalan sesuai waktu dan prosesnya.

~ Pendidikan itu sangat amat penting, dari hal yang kita tidak tahu akan menjadi tahu. Dari hal yang tidak bisa menjadi bisa. Dari hal yang paling susah menjadi sangat mudah untuk dipecahkan. Maka fokuslah pada pilihanmu sekarang. Jika kamu memilih untuk sekolah maka prioritaskan sekolah itu karena aku yakin semua itu akan berpengaruh besar terhadap tatanan masa depanmu. Jangan jadikan pendidikan sebagai selingan, akan tetapi prioritaskan ~

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hadis Ahwali

Aliran Strukturalisme Dalam Psikologi

Pemikiran Kalam Rasyid Ridha