Psikologi Lingkungan dan Kemanusiaan


Setiap peristiwa, baik itu bencana, masalah, maka manusia akan menunjukkan Psikologinya. Psikologi manusia pada saat bencana dan masalah ada yang peduli sehingga ada yang turun tangan membantu baik yang mengharapkan sesuatu maupun yang tidak mengharapkan apa-apa.

Kepedulian dapat diwujudkan dengan memberikan uang, barang bekas yang layak pakai, sekardus mie, dan memberikan jasa di tempat bencana. Jasa bisa seperti memasak, mengobati baik medis maupun Psikologi. Jasa itu sering terdengar di televisi, seperti saat dahulu pada saat peristiwa tsunami di Aceh. Namun, dari yang saya amati untuk masalah lain, sering manusia kurang peduli.

Hal ini karena sibuk dengan diri sendiri yang fokus pada materi. Karena materi, manusia pada saat dimintai pertolongan di kala ada manusia lain malah hanya dibilang dibuat-buat, menipu, bohong (sampai sampai berita, aduan hanya diklarifikasi bukan dibantu), dan bilangan perkataan yang menyakiti hati seperti makian, celaan, dan tertawaan.

Bukan hanya itu, bahkan ada yang malah langsung mencurigai, sibuk mengadu, bertanya, mencari sebab, mencari cari kesalahan, mempermalukannya, mengasingkannya dari lingkungan dengan diblokir, dijauhi, dibenci, dimusuhi, dijelek-jelekkan di belakang dan melempar-lemparkan masalah kepada orang lain.

Coba bayangkan, bagaimana rasanya ketika ada masalah dilempar ke a, lalu dilempar ke b, b melempar ke c di mana a, b, c sama sekali tidak membantu kita? Coba bayangkan apabila kita berada di posisi YY yang mengalami kekerasan dan diperkosa sekian banyak laki laki, lalu kemudian ketika YY melaporkan para pemerkosa ke pengadilan malah manusia yang diharapkan Psikologinya dapat memberikan penegakan hukuman yang adil malah menyalahkan YY.

Karena kekurangadilan itulah, Psikologi masyarakat di Indonesia terbentuk di mana banyak yang menyalakan lilin untuk YY, ada yang tergerak untuk membahasnya di media massa di mana katanya para pelaku kejahatan seksual akan disuntik kimia sehingga hasrat seksualnya berkurang serta diterapi Psikososial.

Apakah kakak seperti itu? Kurang peduli. Dan hanya menempel kepada manusia lain pada saat dia sukses, berprestasi, memiliki barang mewah serta hanya mau memanfaatkannya saja? Kalau boleh menyarankan, marilah kita perduli.

Lalu, bagaimana pemerintah menyikapi masalah dan bencana? Masih perlu untuk ditingkatkan saran saya sih. Peningkatannya dengan membentuk wadah untuk masyarakat protes, mengeluh dengan diberikan solusi baik offline dan online.

Meskipun sudah ada media untuk mengeluh, kalau boleh menyarankan supaya pemerintah turut melindungi masyarakatnya dengan Undang undang ITE supaya yang mengeluh tidak dijerat UU ITE itu demi mendengarkan keluhan, mencari solusi supaya suatu instansi, organisasi dan pemerintahan dapat berkembang menjadi lebih baik lagi sehingga kita bisa memberikan yang terbaik semaksimal mungkin.

Selain itu, kalau boleh menyarankan supaya di pendidikan baik itu di sekolah, di rumah, di organisasi, di instansi dan di pemerintahan dididik supaya mau peduli kepada lingkungan dan kemanusiaan dengan menangani masalah secara bersama sama.

Seperti kata pepatah, berat sama dipikul ringan sama dijinjing, membuang sampah pada tempatnya dan mengelola sampah serta limbah, bersama masyarakat membersihkan lingkungan, bersama masyarakat turun tangan dalam membantu masyarakat yang terkena bencana dan dilanda kemiskinan.
Bukankah elok apabila sampai masuk ke media massa baik televisi, radio, koran, internet apabila ada berita kalau pemerintah yang telah dipilih masyarakat turut membantu masyarakat. Apa kata masyarakat?

"Pemerintah keren, tidak menyesal saya karena telah memilih si anu untuk berada di roda pemerintahan karena dia telah menunjukkan kepada kita kalau pada saat kita sebagai masyarakat dalam keadaan susah dibantu walaupun masalahnya berbeda-beda."

"Entah itu kemiskinan, kejahatan, pengangguran, kebanjiran, kebakaran, gunung meletus, tsunami, penyalahgunaan narkoba, pencurian, perampokan, penipuan, penggajian, pekerjaan, keadaan ekonomi, perselisihan agama, kekerasan, bahkan masalah keluarga dan masalah pribadi dapat terselesaikan."

Bukankah elok apabila perdamaian terjadi? Bukankah enak apabila perasaan di diskriminasi yang buat manusia merasa kurang diberlakukan sebagai manusia. Diskriminasi bisa halus bisa juga kasar. Diskriminasi kasar bisa seperti memukul, menghina, mencela, menertawakan, merendahkan.

Diskriminasi halus bisa seperti menolak sekolah, membedakan dalam berperilaku seperti tidak mau memberikan ujian yang sama seperti manusia yang lainnya, membedakan dengan tidak mau memberikan pengakuan, tidak mau mengangkut ke pesawat seperti peristiwa yang pernah diangkat ke televisi dimana awalnya diangkat ke petisi di Change.Org.

Peristiwa itu adalah adanya seorang penyandang difabel tunadaksa yang menggunakan kursi roda yang dicecer pramugari dengan bisa turun tangga tidak? Bisa turun sendiri tidak apabila ada kecelakaan pesawat. Ada kemungkinan peristiwa tersebut terjadi karena sisi rasa kemanusiaan, kepedulian telah hilang.

Namun, ada juga kemungkinan karena adanya manusia yang menggunakan kursi roda pada saat mau naik pesawat banyak yang masih bisa naik turun tangga bahkan masih bisa berjalan walaupun mungkin hanya bisa berjalan sebentar. Tidak menutup kemungkinan bahwa yang menggunakan kursi roda itu sebenarnya masih kuat untuk berjalan ke mall selama berjam jam hanya untuk cuci mata.

Kembali ke petisi tadi, rupanya masih banyak manusia yang perduli sehingga ikut menandatanganinya. Selain petisi itu, masih ada beberapa petisi lainnya yang semua terbentuk karena kata hati karena ingin kondisi menjadi lebih baik lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hadis Ahwali

Aliran Strukturalisme Dalam Psikologi

Pemikiran Kalam Rasyid Ridha